Muhammad Rusmadi – Rakyat Merdeka
Rakyat Merdeka – Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam hal isu perubahan iklim saat ini. Terutama karena di wilayah Indonesia masih ada hutan, yang berperan penting dalam isu ini, sebagaimana juga di wilayah lain seperti di Brazil atau Peru.
Hal ini ditegaskan kembali oleh Prof Suh-Yong Chung, Direktur Pusat Hukum dan Kebijakan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan (CSDLAP), Korea Selatan (Korsel). “Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia sangat penting,” ingatnya, dalam acara Workshop ke-2 Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang dihelat pada Rabu (1/9/2021) secara virtual.
Tak heran, lanjut Chung, negara-negara donor banyak yang sangat tertarik pada Indonesia. Salah satunya Norwegia, yang bersedia mengucurkan dana besar ke Indonesia.
Namun Profesor pada Divisi Studi Internasional Universitas Korea ini juga mengingatkan, perlu konsistensi dukungan politik dalam masalah ini di setiap pemerintahan yang silih berganti. “Konsistensi ini bisa dilakukan di setiap pemerintahan Korea (Selatan),” ungkapnya.
Selain memang karena kondisi alam Korsel yang menuntut konsistensi tersebut, jelas Chung, juga ada tekanan kuat lainnya. Karena Korsel menjadi tempat berkantor pusatnya dua organisasi internasional. Yakni The Global Green Growth Institute (GGGI) yang bermarkas di Seoul. Kedua, Green Climate Fund, berkantor pusat di Songdo, Incheon City.
“Sebagai tuan rumah, tentu ada tekanan internasional, agar Korea terus memimpin dan menjadi model,” beber alumni London School of Economics, Inggris dan Stanford Law School, Amerika Serikat ini.
Soal kondisi alam Korsel, ujar Chung lagi, juga amat berbeda dibanding Indonesia yang berlimpah sumber daya alam. Selain lebih dari 70 persen wilayah Korsel merupakan pegunungan, negara yang kini dipimpin Presiden Moon Jae-in ini juga tidak menghasilkan minyak.
“Kami hanya punya sumber daya manusia. Andalan kami hanyalah bidang perdagangan dan jasa layanan untuk terus berkembang. Tahun 60-an, Korsel bahkan lebih miskin dari Korea Utara,” jelasnya.
Workshop ini digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta. Acara yang dipimpin oleh Dayu Nirma Amuryanti dari Universitas BINUS Jakarta ini, juga dihadiri Direktur Korea Foundation Jakarta, Bae Sung Won.
Acara ini diikuti para jurnalis Indonesia Korea Journalist Network 2021, yaitu Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com). [RSM]