Menengok Pengolahan Limbah di Korea Selatan yang Berkesinambungan

Suci Sekarwati – Tempo.co


TEMPO.COJakarta – Korea Selatan berusaha membuat manajemen pengolahan sampah di negara itu berkesinambungan. Di sektor lingkungan, hal yang bersifat berkesinambungan sangat penting sehingga masyarakat pun di dorong melakukan hal-hal yang sifatnya berkesinambungan dalam hal pengolahan limbah.

Rhee Seung-whee, profesor dari Departemen Teknik Lingkungan Universitas Kyonggi, mengatakan Korea Selatan adalah negara dengan sumber daya alam dan sumber energi yang sangat terbatas. Hampir 95 persen Negeri Gingseng itu impor bahan mentah dan energi.

Walhasil, total cost import Korea Selatan hampir USD500 miliar (Rp713 triliun) per tahun. Sebagian besar atau hampir 65 persen bahan bakar di Korea Selatan bergantung pada energi fosil per 2019. 

Saat yang sama, sektor industri di Korea Selatan juga berkembang pesat. Dengan begitu, jumlah sampah atau limbah di negara itu jadi meningkat.

“Situasi ini lalu menjadi motivasi mengapa kita tidak mendaur ulang energi untuk sosial-ekonomi. Bukan hanya itu, jumlah sampah secara umum di Korea Selatan juga naik, dari 346 ribu ton pada 2007 menjadi 497 ribu ton pada 2018,” kata Rhee, dalam workshop keempat Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea hasil kerja sama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan Korea Foundation, 14 Oktober 2021.

Pada 2018, Korea Selatan mempromosikan penggunaan energi daur ulang. Lewat promosi ini, masyarakat dan para pelaku usaha di dorong agar menciptakan dan menggunakan produk-produk daur ulang yang sifatnya berkesinambungan. Pola yang diterapkan pun sederhana, yakni produksi, penggunaan dan daur ulang (recycle).

Contohnya, dengan menciptakan green jobs dan meningkatkan SDA yang efektif dan efisien. Contoh lain dalam pemanfaatan produk daur ulang di Korea Selatan adalah urban planning agar bisa mengurangi konsumsi dan memperpanjang usia gedung-gedung dengan pemilihan bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam pembangunan.  

Sedangkan di bidang iklim, tindakan yang diambil diantaranya mengurangi emisi GHG (green house gas) dengan cara mencegah timbulnya sampah. Menciptakan energi yang bersih juga sangat terkait dengan climate action.        

Untuk mendorong kesuksesan pengolahan limbah di Korea Selatan, lembaga publik seperti universitas diminta untuk membeli green products setidaknya 10 persen dari anggaran belanja mereka per tahun.  

“Sebab teori sederhananya, ketika Anda diminta untuk menciptakan barang-barang daur ulang, maka harus ada yang mau membelinya, kan? Menciptakan produk daur ulang itu tidak mudah karena ada proses tambahan. Maka diterbitkan kewajiban membeli produk daur ulang 10 persen dari anggaran lembaga publik, ini sekarang sudah diatur dalam undang-undang,” kata Rhee.   

Bicara soal undang-undang, pengolahan limbah sebenarnya sudah diatur sejak 1986. Hanya saja, ketika itu baru ada satu undang-undang, yakni penambahan kata recycle.

Pada 1992, lahir lagi undang-undang lain, yang mempromosikan sikap hemat energi dan daur ulang sumber-sumber energi, dimana warga Korea Selatan juga mulai diminta untuk memilah sampah. Undang-undang soal pengolahan limbah di Korea Selatan beranak-pinak sampai terakhir pada 2020

Hal lain yang diatur oleh Korea Selatan adalah klasifikasi limbah (sampah), yang dibagi dua yakni sampah rumah tangga dan limbah industri. Pengolahan sampah rumah tangga menjadi tanggung jawab otoritas daerah. Sedangkan sampah industri menjadi tanggung jawab si manufaktur tersebut.  

Sama seperti negara lain, Korea Selatan juga menerapkan 3R dalam manajemen pengolahan limbah. Yakni reduce, reuse dan recycle.

Dalam hal reduce, Pemerintah Korea Selatan melarang penggunaan barang sekali pakai. Contohnya disposable cups, kotak makan, tas belanja, melarang overpackaging pada produk makanan, minuman dan kosmetik.

Untuk reuse, Korea Selatan membuat sistem deposit untuk kaleng minuman, yang bisa dibersihkan dengan mesin dan digunakan lagi.

Adapun untuk recyle, Korea Selatan mendukung industri daur ulang di negara itu dengan cara membantu mempromosikan penggunaan bahan-bahan daur ulang ke masyarakat. Bukan hanya itu, masyarakat harus bayar ke pemerintah saat mereka membuang lebih banyak barang yang sudah tidak dipakai. Contohnya membuang kulkas rusak, mesin cuci, TV hingga rongsokan kendaraan.


Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1530930/menengok-pengolahan-limbah-di-korea-selatan-yang-berkesinambungan/full&view=ok