Presiden Indonesia Joko Widodo berjabat tangan dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Kamis (28/7/2022). Foto: Yonhap via REUTERS
Hubungan diplomasi Indonesia dengan Korea Selatan telah menginjak 50 tahun sejak 1973. Pada 2017, pemerintahan Presiden Jokowi berhasil menandatangani Special Strategic Partnership dan implementasi Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) telah dilakukan tepat pada tahun emas hubungan keduanya.
Meski demikian, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia masih tertinggal dengan Vietnam sebagai mitra dagang terbesar. Hal itu disampaikan oleh Professor of Political Science and International Relations, Hae Hyeok Shin, dari Korea University.
“Hal yang mesti sekarang diperhatikan adalah Korea saat ini lebih berkonsentrasi pada hubungan diplomatiknya dengan Vietnam,” ujarnya dalam pemaparan virtual di Gedung FPCI, Rabu (2/8).
Korea Selatan dan Vietnam berhasil meningkatkan hubungan diplomatik mereka yang setingkat dengan Indonesia saat ini dalam usia hubungannya baru menginjak 30 tahun. Bahkan, Vietnam menjadi mitra dagang terbesar ketiga untuk Korea Selatan, dengan perdagangan bilateral mencapai US$87,7 miliar.
Keduanya pun sepakat untuk membangun pusat rantai pasokan mineral untuk mengamankan teknologi canggih yang dikembangkan Korea Selatan.
Shin menyebut, situasi yang menyebabkan Vietnam menjalin hubungan diplomatik lebih kuat dengan Korea Selatan karena aturan pemerintah Vietnam yang terlampau fleksibel dan bersifat direct investment atau kebijakan langsung yang memberikan peluang besar bagi asing untuk berinvestasi.
“Vietnam sangat gencar dalam mengajak investasi Korea Selatan masuk ke negaranya, 34 persen barang buatan perusahaan Korea beroperasi di Vietnam,” ujarnya.
Namun, kebijakan itu dinilai tidak menguntungkan Vietnam untuk jangka panjang dan berisiko meminggirkan pembangunan domestik.
“Sehingga sebenarnya Indonesia memiliki kebijakan bilateral yang lebih baik, karena aturannya lebih stabil. Demokrasi yang dimiliki Indonesia juga memberi rasa aman pada investor. Sementara Vietnam tidak memiliki kepastian itu, aturannya sulit diprediksi karena kepemimpinannya juga bukan demokratis,” imbuhnya.
Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menyaksikan penandatanganan kerja sama kementerian terkait masing-masing negara, di Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Kamis (28/7/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Ia mengimbau, konsistensi hubungan Indonesia-Korea Selatan harus terus ditingkatkan. Indonesia memiliki kondisi geografi yang lebih strategis dan merupakan negara kepulauan. Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga diharapkan dapat membawa peningkatan investasi Korea Selatan terhadap Indonesia.
Sementara itu, Deputy Director of East Asia di Kementerian Luar Negeri, Vahd Nabyl Mulachela, mengatakan, Korea Selatan telah menjadi 7 besar negara yang berinvestasi di Indonesia senilai USD 2,29 juta dan 7 besar mitra dagang senilai USD 24,53 juta.
Nabyl pun sepakat, saat ini Indonesia tengah berfokus untuk melanjutkan kebijakan yang stabil dan konsisten dalam hubungan diplomatiknya dengan Korea Selatan.
“Hal terbaik yang dapat dilakukan Indonesia adalah meningkatkan prediktabilitasnya. Mereka tidak hanya bertujuan untuk menjual produk mereka di sini, jika Korea Selatan ingin melakukan hubungan dagang dan investasi, itu kami perlu memastikan produknya dapat terjual pada jangkauan lebih besar, infrastruktur perlu kami tingkatkan juga,” tandasnya.