Suci Sekarwati – Tempo.co
TEMPO.CO, Jakarta – Kim Eungi, Profesor bidang International Studies dari Universitas Korea mengungkap permasalahan dominan yang dihadapi anak muda Korea Selatan adalah mencari lapangan pekerjaan. Warga Korea Selatan lebih memburu pekerjaan yang settled (bukan kontrak).
“Biaya kuliah di Korea Selatan termasuk yang paling mahal di dunia setelah Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang. Sudah biaya kuliah mahal, lapangan pekerjaan susah atau kadang over-qualified,” kata Kim di hadapan rombongan wartawan Indonesia, yang berkunjung ke Seoul di bawah program ‘Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea’, Senin 30 Mei 2022.
Anak muda Korea Selatan juga harus bersaing dengan WNA dalam hal mencari pekerjaan. Saat ini, diperkirakan ada 2 juta WNA ikut mencari fulus di Negeri Gingseng tersebut.
Permasalahan lain yang dihadapi anak-anak muda Korea Selatan adalah menikah. Populasi Korea Selatan secara umum mengalami penurunan, sedangkan secara spesifik populasi lansia mengalami peningkatan bahkan melampaui populasi lansia di Jepang. Namun kondisi ini, belum juga mendorong anak-anak muda di Korea Selatan untuk mau punya anak.
“(Pemerintah) Korea Selatan sampai mendorong agar warganya mau berketurunan,” kata Kim.
Korea Selatan lalu mencari solusi dari permasalahan ini dengan memberikan insentif. Contohnya, pemberian diskon bagi kepala keluarga, yang ingin membeli apartemen. Lebih banyak anak yang mereka miliki, maka lebih banyak diskon yang diberikan. Kebijakan ini disebut Kim, sudah berlaku sejak 10 tahun lalu.
Untungnya kondisi seperti ini belum berdampak pada pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Namun secara jangka panjang, mungkin akan menimbulkan dampak karena populasi lansia menjadi lebih banyak.
Situs koreaherald.com pada 6 Juni 2022, mewartakan data yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan Korea Selatan memperlihatkan total penduduk asli Korea Selatan di wilayah Seoul per Mei 2022 sebesar 9,49 juta jiwa. Penurunan ini memberikan sebuah peringatan.
Di Ibu Kota Seoul, secara umum diketahui ada 10 juta jiwa penduduk. Namun jumlah itu, termasuk warga pribumi dan WNA.
Populasi Seoul tembus di atas 10 juta jiwa pertama kali terjadi pada 1988. Sedangkan pada 1992, total penduduk Ibu Kota Seoul mencapai puncaknya pada angka 10,97 juta jiwa.
Akan tetapi sejak 2010, penduduk asli Korea Selatan yang menetap di Seoul mulai menyusut dan tidak ada kenaikan angka yang mencolok. Seoul adalah Kota paling padat di Negeri Gingseng tersebut.
Pada 2010, populasi warga Korea Selatan di Seoul sebesar 10,3 juta jiwa. Namun pada 2016, populasi Ibu Kota tersebut akhirnya turun di bawah 10 juta jiwa untuk pertama kalinya atau sebesar 9.99 juta jiwa. Semenjak itu, dari tahun ke tahun penurunan terus terjadi.
Sumber: https://dunia.tempo.co/read/1600626/korea-selatan-menghadapi-masalah-populasi/full&view=ok