Ada Peluang Emas, RI Bisa Gaet Lebih Banyak Investor Korea

Halimatus Sadiyah

Foto: Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan dengan para pengusaha Republik Korea di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Senin, 14 November 2022. (Laily Rachev – Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia – Korea Selatan merupakan salah satu mitra paling strategis Indonesia. Negeri Ginseng menempati peringkat ke-5 dalam realisasi investasi di Indonesia berdasarkan negara untuk periode 2017 sampai dengan semester pertama 2022 dengan nilai total US$ 9,08 miliar.

Kendati sudah menjalin hubungan bilateral yang erat selama 50 tahun dengan Korea Selatan, Indonesia belum menjadi mitra dagang utama bagi Korea. Inilah salah satu tantangan utama yang dihadapi Seoul dan Jakarta, menurut Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Korea University, Jae Hyeok Shin.

Dia mengungkap bahwa Indonesia sudah tersalip Vietnam dalam konteks mitra dagang strategis Korea Selatan. Sepanjang 2021 saja, volume perdagangan Korea-Vietnam sudah mencapai US$80,7 miliar, sementara Korea-Indonesia hanya menyentuh US$19,3 miliar untuk periode yang sama.

Foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Republik Korea Y. M. Jang Young Jin pada Selasa (16-05-2023). (Dok. Kemenko Marves)

“Mempertimbangkan populasi Indonesia yang lebih dari 2x lipat lebih banyak dari Vietnam, jelas terlihat bahwa Korea memiliki konsentrasi perdagangan yang lebih erat dengan Vietnam,” ujarnya, dalam workshop bertajuk Building Bridges: Assessing the Past and Shaping the Future of Indonesia-Korea Relations yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerja sama dengan Korea Foundation, pada Rabu (2/8/2023).

Alasan di balik hal ini, papar Profesor Shin, adalah karena Pemerintah Vietnam sangat agresif dalam menarik investasi asing. Mereka membuka lebar-lebar pintu agar investor Korea bisa dengan mudah menanamkan modalnya dan membuka bisnis di Vietnam. Tak cuma itu, Vietnam juga memberikan banyak insentif untuk perusahaan asing, termasuk dari Korea Selatan.

“Bayangkan, saat ini dari total produk yang diekspor Vietnam, 35 persennya diproduksi perusahaan Korea,” paparnya.

Meski menguntungkan pemodal asing, menurut Profesor Shin, untuk jangka panjang kebijakan Vietnam tersebut justru bisa merugikan negaranya sendiri. Sebab, pada akhirnya, Vietnam harus lebih memihak industri lokal jika mau negaranya maju dan tidak bergantung pada asing.

Terbukti, dalam beberapa waktu terakhir, Pemerintah Vietnam mulai memberikan banyak limitasi bahkan mengurangi insentif untuk perusahaan asing. Perubahan kebijakan ini menciptakan ketidakpastian yang tidak disukai oleh dunia bisnis.

“Banyak perusahaan Korea mulai berpikir ulang dan mempertimbangkan keluar dari Vietnam. Mereka mulai melirik Indonesia,” kata Profesor Shin.

Dua modal Indonesia untuk pikat Korea dan menyalip Vietnam

Foto: Presiden Joko Widodo meluncurkan mobil listrik pertama yang dirakit di Indonesia dalam kunjungan kerjanya ke pabrik PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, pada Rabu, 16 Maret 2022. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Lebih lanjut, Profesor Shin menyebut bahwa Indonesia setidaknya memiliki dua modal kuat yang bisa membuat Jakarta menggaet lebih banyak investor Korea dan pada akhirnya menggeser posisi Vietnam.

Pertama, Jakarta memiliki kebijakan ekonomi yang seimbang. Pemerintah Indonesia tetap ingin menarik penanaman modal asing, tanpa mengesampingkan industri dalam negeri. Dan menurut Profesor Shin, itu adalah pendekatan yang tepat.

Kedua, Indonesia dan Korea memiliki kesamaan nilai-nilai demokrasi. Dan negara demokratis cenderung lebih mampu menawarkan kestabilan dan kepastian kebijakan, dua hal yang sangat penting dalam dunia bisnis.

“Di negara yang demokratis, kebijakan tidak bisa berubah-ubah terus. Dan saya sangat yakin Indonesia bisa menarik lebih banyak investment dari Korea jika bisa memberikan stability dan predictability,” ujar profesor yang juga banyak melakukan riset politik serta hubungan internasional di kawasan Asia Tenggara tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Asia Timur Kementerian Luar Negeri RI, Vahd Nabyl mengungkap kesamaan pandangan dengan Profesor Shin. Ia setuju bahwa kestabilan dan kepastian adalah dua faktor penting yang bisa mengundang sekaligus mempertahankan investor asing di Indonesia.

“Upaya terbaik yang bisa kita lakukan saat ini adalah meningkatkan aspek stability dan predictability yang juga didukung oleh infrastruktur. Karena kan perusahaan asing tidak hanya bikin produk di sini, tapi juga mereka butuh menjual produknya ke luar Indonesia,” pungkasnya.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20230805231845-4-460511/ada-peluang-emas-ri-bisa-gaet-lebih-banyak-investor-korea