MUHAMMAD RUSMADI – Rakyat Merdeka RM.id
RM.id Rakyat Merdeka – Indonesia bisa mengisi peluang baru dengan Korea Selatan (Korsel), di tengah kondisi perang Rusia-Ukraina. Hal ini diingatkan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Republik Korea, Gandi Sulistiyanto Soeherman.
Antara lain, ujarnya, seperti kebutuhan Korsel akan batubara dan minyak kelapa sawit. “Kita akan coba langsung masuk ke Korsel (Korea Selatan), karena volumenya saat ini masih sedikit,” ungkap Dubes Sulis –sapaan akrab, kepada wartawan peserta program The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, di Seoul, Senin (30/5/2022)
Selain itu, lanjut mantan CEO PT Asuransi Jiwa Eka Life (Sinar Mas MSIG Life) ini, karena banyak pabrik Korsel yang berinvestasi di Indonesia, dia juga mengupayakan, agar barang-barang jadinya, juga bisa diekspor kembali dari Indonesia ke Korsel.
Ini semua, menurutnya, akan menjadi kumulatif dari sisi perdagangan. Ditambah lagi nanti dengan adanya Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang agreement-nya masih ada di DPR.
“Itu kalau sudah ditandatangani DPR, nanti akan ada ribuan barang yang tidak perlu lagi bea masuk, dari dan ke Korsel,” jelas pria yang menghabiskan satu dekade awal kariernya di perusahaan otomotif Astra International ini.
Sulis mengingatkan, targetnya DPR sudah menandatanganinya pada semester pertama tahun ini. “Saya akan dorong lagi. Lebih cepat lebih baik,” tegasnya lagi.
Terkait energi baru terbarukan, Sulis juga mengingatkan kembali pada tiga prioritas utama G20. Yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital ekonomi dan transisi energi ke energi baru terbarukan.
“Ini juga prioritas saya. Saya akan kejar ketiganya menjadi sebuah deliverable program dari G20 Indonesia, yang saya selalu monitor dari waktu ke waktu,” tegas alumni jurusan Advanced Management Program (AMP) di Harvard Business School, Amerika Serikat ini.
Sulis menjelaskan, terkait energi baru terbarukan, energi matahari merupakan andalan di Korsel. Sementara di Indonesia, juga mulai menerapkannya, meski menurutnya memang masih ada sejumlah kendala aturan. “Hambatan atau kendala ini jadi PR kita bersama,” ingatnya.
Padahal, ungkap Sulis, semua investor dari Korsel sudah bersiap bikin panel surya, tentunya dengan pembatasan-pembatasan atau syarat tertentu, yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) misalnya. Termasuk terkait materi-materi lokalnya.
Lebih jauh, Sulis juga menyinggung pertemuan puncak pertama antara Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dengan Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk-yeol pada Sabtu, 21 Mei lalu, di Kantor Kepresidenan di Yongsan, Seoul. Menurutnya, di pertemuan itu AS tentunya mempromosikan Pacific Forum, yang akhirnya Indonesia pasti juga akan terlibat.
Tapi, ujar Sulis, layaknya hanya sebuah forum, sehingga tidak ada aspek legal yang mengikatnya (legal binding). Berbeda, dia memisalkan, dengan The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), karena ada legal binding-nya, yang juga harus diratifikasi oleh DPR.
The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea diikuti oleh 10 wartawan Indonesia, yakni Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka/RM.id), Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com).
Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea merupakan wadah bagi para jurnalis profesional Indonesia, untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang hubungan Indonesia-Korea, yang masih kurang terjamah karena keterbatasan akses informasi.
Program ini juga merupakan kerjasama antara Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yang didirikan dan dipimpin oleh Dr Dino Patti Djalal, dengan Korea Foundation (KF). (*)
Sumber: https://rm.id/baca-berita/internasional/126709/laporan-muhammad-rusmadi-dari-seoul-korea-selatan-soal-cepa-dubes-korsel-colek-dpr