Riva Dessthania – CNN Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia — Demam hallyu atau Korean wave seakan telah membuat dunia menggandrungi budaya ala Korea Selatan mulai dari musik K-pop, film, drama, makanan, kosmetik, hingga fesyen.
Siapa sangka, popularitas hallyu yang mengglobal ini ternyata menjadi ladang rezeki bagi pemerintah Korsel.
Pasalnya, popularitas budaya populer Korsel turut mengangkat perekonomian negara tersebut.
Sebut saja BTS, boyband terpopuler di dunia saat ini yang dinilai sejumlah pihak sebanding dengan The Beatles dari Inggris.
Menurut penelitian Hyundai Research Institute, popularitas BTS membawa keuntungan bagi perekonomian Korsel mencapai US$3,6 juta (Rp51,1 triliun) setiap tahunnya.
Popularitas BTS bahkan disebut turut menarik turis asing melancong ke Korsel. Sebelum era pandemi Covid-19, sekitar 800 ribu turis asing berkunjung ke Korsel hanya karena BTS.
Jumlah itu mewakili 7 persen dari total turis asing yang berkunjung ke Negeri Ginseng setiap tahun.
Belum lagi berbagai drama Korea populer yang menjadi ladang promosi pariwisata dan magnet turis asing untuk berkunjung ke Korsel.
“BTS menghasilkan banyak sekali uang. Pendapatan BTS pada 2018 saja menurut perhitungan itu sebesar US$4,65 miliar. Itu menyumbang 0,3 persen dari total GDP Korsel,” ucap seorang profesor di International Studies Department Korea University, Andrew Eungi Kim, dalam workshop Indonesia Next Journalist Network on Korea yang digagas Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu.
Andrew mengatakan total pendapatan BTS pada 2018 itu sama dengan GDP 40 negara kurang berkembang di dunia seperti Somalia, Burundi, Liberia, Bhutan, dan Sudan Selatan.
“Saya bukan mau menyombongkan, tapi jumlah ini gila kan, bayangkan,” ucap Andrew.
Hallyu telah menjadi tidak hanya konten global yang populer, tapi juga diplomasi publik Korsel
Presiden Korea Foundation, Lee Geun
Andrew mengatakan popularitas hallyu juga mendongkrak ekspor konten budaya Korsel hingga mencapai total US$6,7 miliar (Rp95,2 triliun) pada 2017, meningkat lima kali lipat sejak 2005.
Konten-konten itu mencakup musik, film, iklan, karakter karton, publikasi, hingga gim.
Menurut data Korean Foundation, yang berafiliasi dengan Kementerian Luar Negeri Korsel, penggemar hallyu meningkat 11 persen secara global pada 2019 menjadi hampir 100 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah itu berdasarkan studi yang dilakukan Korean Foundation di 98 negara, termasuk Indonesia. Per Desember 2019, ada sedikitnya 1.799 klub fan hallyu dengan jumlah 99.32 juta fan.
Mayoritas fan hallyu berbasis di negara Asia dan Pasifik, sekitar 72 juta orang, 15 juta fan ada di Eropa, dan 12 juta fan ada di benua Amerika. Sebagian besar fan hallyu merupakan penggemar K-pop dan drama Korea.
Dengan data tersebut, Korsel pun tak main-main untuk memaksimalkan peluang dan keuntungan ini.
“Hallyu telah menjadi tidak hanya konten global yang populer, tapi juga diplomasi publik Korsel,” kata Presiden Korea Foundation, Lee Geun, seperti dikutip The South China Morning Post.
Andrew mengatakan popularitas hallyu pun membuat citra Korsel di mata dunia semakin dihargai dan disegani.
Berdasarkan survei BBC pada 2016 lalu, opini publik soal Korsel terus meningkat setiap tahunnya sejak 2009.
Hallyu, kata Andrew, juga dimanfaatkan Korsel sebagai soft power dan alat diplomasi politik. Sejumlah seniman dan artis kerap dilibatkan dalam pertemuan tinggi dan penting antara Korsel dan negara lain.
Sebagai contoh, girlband naungan SM Entertainment, Red Velvet, menjadi salah satu musisi yang dikirim Korsel ke Korut pada 2018 lalu.
Kementerian Unifikasi Korsel menyatakan tur ratusan artisnya ini dilakukan sebagai kunjungan balasan setelah sekelompok penyanyi Korut tampil di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang pada Februari 2018.
Yang terbaru, boyband BTS menjadi utusan Presiden Korsel Moon Jae-in terkait generasi masa depan dan budaya dalam Majelis Umum PBB di New York, AS, pada September lalu.
BTS bahkan menjadi musisi pertama yang tampil membawakan lagu di markas PBB.
Jalan Panjang Korsel Populerkan Hallyu
Profesor Andrew mengatakan saat ini Korsel menjadi negara pengekspor budaya populer terbesar di dunia bersanding dengan Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.
Keberhasilan itu, kata Andrew, dibangun Korsel tak setahun atau dua tahun saja. Ia mengatakan hallyu sejatinya merupakan perjalanan panjang industri hiburan Korsel yang berlangsung selama kurang lebih 3 dekade.
Medio 1990-an, Korsel mulai memutar otak untuk diversifikasi perekonomian yang semula mengandalkan manufaktur ke industri lainnya.
Di akhir 1990 dan awal 2000, presiden Korsel saat itu, Kim Dae Jung, mengamati bahwa nilai pendapatan film Hollywood Jurasic Park sama seperti nilai ekspor mobil Hyundai asal negaranya di tahun yang sama.
Fenomena itu pun menggugah Kim untuk monetisasi budaya pop Korsel dan membuatnya mengglobal.
Andrew mengatakan fenomena hallyu berawal dari kemunculan K-drama yang memperkenalkan gaya hidup warga Korea.
Pelan tapi pasti, drama-drama Korea tersebut kemudian menggiring para penonton mengenal kehidupan pop masyarakat Korsel, cara berpakaian, kebiasaan, sampai jenis masakan yang dimakan.
Dari situ, para penikmat K-drama mulai penasaran dan tertarik dengan berbagai produk makanan, model baju, gaya rambut, kosmetik, hingga gaya hidup orang-orang Korsel.
Andrew mengatakan industri hiburan dan budaya Korsel yang berkembang sangat pesat tak lepas dari peran pemerintah.
Meski tak secara langsung terlibat dalam prosesnya, menurut Andrew, pemerintah Korsel tetap memainkan peran penting memajukan hallyu.
“Saya yakin, pemerintah Korsel tidak pernah menyangka (hallyu) akan menjadi sebesar ini. Saya yakin mereka kaget. Tapi, mereka sadar akan besarnya potensi ini sehingga memaksimalkan peluang dan keuntungan yang ada,” kata Andrew.
“(peran pemerintah) itu seperti membantu mempromosikan budaya Korsel, membantu mencari pasar yang tepat untuk konten-konten hiburan Korsel,” ujarnya menambahkan.
Andrew mengatakan Korsel sampai membentuk Center for Promotion of Cultural Industry pada 2000 sebagai ujung tombak pemerintah membantu mempromosikan ekspor budaya mereka. Korsel bahkan menganggarkan 1 persen APBN untuk mendukung industri budaya dan hiburan.
Selain itu, Andrew menegaskan faktor ekonomi tak luput membantu budaya pop Korsel mendunia. Kedudukan Korsel sebagai 10 negara dengan perekonomian terbesar di dunia, katanya, tak luput membantu perkembangan industri budaya dan hiburan nasional.
Dengan stabilitas perekonomian itu, Andrew memaparkan, pemerintah Korsel sanggup menginvestasikan lebih banyak modal dan sumber daya lainnya untuk membantu mempopulerkan hallyu.
“Kesuksesan ekonomi membuat para entrepreneur produk-produk budaya dengan kualitas tinggi, menarik, dan sophisticated. Perekonomian yang maju membuat mereka dapat memanfaatkan strategi marketing yang efisien,” ucap Andrew.
Kini, pemerintah dan masyarakat Korsel pun semakin mengapresiasi dan menghargai hallyu, yang menurut Andrew telah menjadi kebanggaan nasional dan sumber pemasukan negara yang menjanjikan.
“Sekarang, bangsa Korea sangat mengapresiasi dan menjaga budaya hallyu yang telah menjadi kebanggaan nasional dan aset negara,” katanya.
(rds/rds)