Jurus Korsel Bangun Sistem Olah Sampah hingga Untungkan Ekonomi

Riva Dessthania – CNN Indonesia


Jakarta, CNN Indonesia — Korea Selatan menjadi salah satu negara yang memiliki sistem pengelolaan limbah berkelanjutan dan ramah lingkungan sehingga patut dicontoh negara lainnya, termasuk Indonesia.
Saat ini, Korsel menjadi satu di antara sejumlah negara yang menerapkan konsep ekonomi sirkular (circular economy), sebuah model produksi dan konsumsi yang melibatkan konsep daur ulang, memperbarui, memperbaiki bahan dan produk yang ada selama mungkin hingga mencapai akhir usia penggunaan.

Menurut seorang profesor dari Departemen Teknik Lingkungan Universitas Kyonggi Korsel, Rhee Seung-whee, negaranya telah membangun sistem dan kebijakan pengolahan limbah sejak 1985 lalu. Saat itu, pemerintah Korsel mulai mengenalkan konsep daur ulang dan pemisahan jenis sampah kepada masyarakat.

Salah satu motivasi Korsel membentuk sistem pengelolaan limbah, kata Rhee, karena jumlah timbunan sampah nasional terus meningkat setiap tahun hingga kini mencapai hampir setengah juta ton.

Rhee memaparkan jumlah sampah di Korsel meningkat dari 346.669 ton/hari pada 2007 menjadi 497.238 ton/hari pada 2012. 

“Itulah motivasi kenapa kami dulu menerapkan konsep daur ulang dan beralih ke circular economy society(masyarakat ekonomi sirkular),” kataRhee dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) beberapa waktu lalu.

Pada 2018, Rhee mengatakan Korsel pun mulai menerapkan Act on Resource Circulation yang mulai memperkenalkan sistem pemanfaatan barang hingga sistem pengelolaan limbah hingga ke ranah rumah tangga.

Dalam workshop yang berkolaborasi dengan Korea Foundation Jakarta itu, Rhee turut menjabarkan bagaimana konsep ekonomi sirkular itu bekerja.

Ia menjelaskan bahwa aliran pengelolaan limbah seperti pemisahan, pembuangan, pengumpulan, dan daur ulang sampah dilakukan oleh pemerintah lokal.

Meski begitu, Korsel juga memiliki sejumlah manufaktur khusus mengelola limbah-limbah tersebut untuk membantu kerja pemerintah setempat.

“Pemisahan (sampah) adalah kunci utama pengelolaan limbah dengan konsep ekonomi sirkular bisa berhasil. Dengan begitu, pabrik limbah dapat dengan mudah mendaur ulang dan memperbaiki sampah yang masih memiliki nilai guna,” ucap Rhee.

Jika praktik pemisahan sampah sudah terjamin, Rhee menuturkan pengurangan sampah dan kegiatan daur ulang bisa terlaksana secara berkelanjutan sehingga dapat mengurangi jumlah limbah yang beredar.

Rhee mengakui banyak kesulitan agar membuat masyarakat peduli terkait konsep ekonomi sirkular terutama soal pengolahan limbah secara berkelanjutan.

Ia mengatakan Korsel saja membutuhkan waktu 35 tahun hingga akhirnya memiliki kebijakan dan sistem pengolahan limbah berkelanjutan dengan konsep ekonomi sirkular seperti ini.

Apalagi Rhee menuturkan tidak ada hukuman bagi warga yang melanggar aturan pengolahan limbah rumah tangganya. Hal itu membuat efek jera dan kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sampah semakin minim.

Banyak warga Korsel, kata Rhee, masih menganggap pengelolaan limbah rumah tangga bukan hal yang serius.

Namun, ia menuturkan pemerintah terus melakukan kampanye dan sosialisasi hingga ke tingkat komunitas dan sekolah-sekolah demi meningkatkan kesadaran warga soal pentingnya mengelola limbah pribadi dan rumah tangga secara tepat.

“Jadi mulai dari TK, SD diajari warga sudah dikenalkan dan diajarkan (soal sirkular ekonomi untuk pengelolaan sampah plastik). Setiap tahun adakan pembelajaran soal sirkular ekonomi, sesi wajib. Pemerintah juga menggandeng NGO dan beberapa public figure seperti artis untuk mempromosikan ini tangan bersama mempromosikannya,” kata Rhee.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211222155425-113-737366/jurus-korsel-bangun-sistem-olah-sampah-hingga-untungkan-ekonomi