Muhammad Rusmadi – Rakyat Merdeka
Rakyat Merdeka – Korean Wave atau Gelombang Korea (Selatan) terus menerjang ke pelosok dunia. Beberapa waktu terakhir, Negeri Ginseng itu kembali mengguncang dunia dengan “Parasite”, film berbahasa asing pertama yang memenangkan film terbaik di Academy Awards 2019.
Tak cuma itu, Korsel juga punya band, yang boleh jadi, salah satu band musik terbesar di dunia, BTS! “Sukses besar Hallyu ini tidak terjadi dalam semalam!” kata Andrew Eungi Kim, Profesor International Studies di Korea University.
Hal ini dia sampaikan saat menjadi pembicara pada Workshop ke-5 yang dihelat Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), bekerja sama dengan Korea Foundation Jakarta, Jumat (12/11) siang. Workshop bertema “Hallyu and Its Impacts on Korea’s Cultural Diplomacy” ini, dipandu oleh Dayu Nirma Amurwanti dari Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Bina Nusantara (BINUS).
Dikutip dari laman resminya, FPCI adalah lembaga yang didirikan untuk membahas dan memperkenalkan isu-isu hubungan internasional kepada banyak pihak terkait di Indonesia. Seperti diplomat, duta besar, pejabat pemerintah, akademisi, peneliti, bisnis, media, dosen, think tank, mahasiswa hingga media.
Didirikan pada 2014 oleh Dr. Dino Patti Djalal (Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat periode Agustus 2010 hingga 17 September 2013 dan Wakil Menteri Luar Negeri sejak Juli hingga Oktober 2014), FPCI dibentuk untuk mengembangkan internasionalisme Indonesia, agar lebih mengakar di seluruh nusantara dan memproyeksikan dirinya ke seluruh dunia.
Terkait Korean Wave, ungkap Prof Kim, dari 26 kata baru dari bahasa Korea yang ditambahkan ke dalam Oxford English Dictionary pada September lalu, salah satunya adalah kata “hallyu”.
Secara harfiah, jelasnya, hallyu berarti “aliran Korea” atau “Gelombang Korea”. Ini mengacu pada penyebaran dan popularitas budaya populer Korea ke seluruh dunia, terutama sejak awal abad ke-21.
“Hallyu pertama kali didorong oleh penyebaran K-drama di seluruh Asia pada dekade pertama abad ke-21, tetapi telah berkembang dari tren regional, menjadi fenomena global yang berpengaruh saat ini,” beber Anggota Komite Pengarah International Center for 2 Korean Studies, Korea University ini.
Tak pelak memang, kini Korsel menjadi salah satu eksportir budaya populer terkemuka di dunia, bersama Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Bahkan, kutip Kim, ilmuwan politik Amerika Joseph Nye menafsirkan, Gelombang Korea membuat semua hal tentang Korea, mulai mode, film, musik hingga masakan, semakin populer.
“Majalah berita Inggris terkemuka The Economist pada 2014 bahkan menyebut, budaya pop Korea sebagai trendsetter terkemuka di Asia,” kutip Anggota Dewan Direksi Asosiasi Sosiologi Korea ini.
Dilacak mundur ke belakang, lanjut Kim, hallyu setidaknya dimulai sejak sekitar 1995 hingga pertengahan 2000-an, dengan kemunculan drama Korea (drakor). Persebaran awalnya hanya di wilayah China, Taiwan dan Jepang. Di antara drakor yang bisa disebut antara lain Winter Sonata (2002), Jewel in the Palace (2003-04) dan My Sassy Girl (2001).
Lalu pada pertengahan 2000-an hingga akhir 2010-an, bermunculanlah demam K-pop, menyebar ke negara-negara Asia, Eropa, hingga Amerika Utara. Sederet band K-pop lahir, seperti H.O.T., Rain, Super Junior, Big Bang, Wonder Girls, 2PM, TVXQ, Psy, EXO, Black Pink, SuperM, hingga BTS.
“BTS mungkin menonjol sebagai band terbesar di dunia saat ini,” jelas Anggota Dewan Direksi Asosiasi Korea untuk Studi Kanada ini.
Tak terkecuali, masuk dalam Gelombang Budaya Korea ini juga K-lifestyle seperti game online (Battlegrounds, Lineage), kosmetik (IOPE, AmorePacific, Nature Republic), makanan, mode, hingga animasi.
Sebagai bayangan, kata Kim, film Daejanggeum (Jewel in the Palace, 2003-2004) adalah salah satu drama TV Korea dengan rating tertinggi di Korea sebelum diekspor ke 91 negara di seluruh dunia. Ternyata, di negara lain pun drakor kini disambut luar biasa. Salah satunya di Iran, rating pemirsanya tembus hingga 86 persen pada 2006-2007!
Saat ini, jelas mantan Ketua Program Studi Korea, Sekolah Pascasarjana Studi Internasional, Universitas Korea ini, Korea adalah salah satu pengekspor drama televisi terbesar di dunia.
Bahkan dalam lima tahun terakhir, di lima besar negara pengekspor drama TV teratas, Korsel berada di urutan ke-3 setelah AS dan Inggris, diikuti Spanyol dan Argentina
Kini, bentuk hallyu yang terpopuler justru K-pop, yang mengalami pertumbuhan dua digit setiap tahun sejak pertengahan 2000-an. Lagi-lagi, di antara sederet band ini, BTS menjadi artis K-pop pertama, dan artis Asia pertama, yang menduduki puncak tangga lagu Billboard 200 pada Juni 2018, dengan album mereka Love Yourself: Tear.
Sementara Love Yourself: Answer, menjadi album top chart ke-2 BTS di AS pada September 2018. Band ini juga mencetak Album No. 1 ke-3 di Tangga Lagu Billboard 200 dengan Map of the Soul: Persona pada April 2019.
Tak heran, terang Kim, BTS menjadi grup pertama sejak The Beatles yang mendapatkan tiga album No. 1 dalam waktu kurang dari setahun! (Juni 2018-April 2019).
Selain menyaingi The Beatles dalam kesuksesan tangga lagu, ungkapnya lagi, BTS tentunya menghasilkan banyak uang. “Pendapatan band ini mencapai 4,65 miliar dolar ASpada 2018, alias 0,3 persen dari total Produk Domestik Bruto Korea!” bebernya.
Sebagai perbandingan di tahun yang sama sejumlah perusahaan besar Korsel, misalnya Samsung, meraup pendapatan 211,94 miliar dolar AS (13,1 persen PDB Korsel), Hyundai 85,26 miliar dolar AS (5,3 persen), LG Electronics 54,31 miliar dolar AS (3,4 persen), KIA 47.36 miliar dolar AS ( 2,9 persen) dan Korean Air 11.65 miliar dolar AS (0.7 persen).
“Meski masih di bawah KOREAN AIR, tetap saja, pendapatan BTS pada 2018 itu hampir sama, atau lebih tinggi dari total PDB masing-masing dari 40 negara termiskin di dunia, termasuk Somalia, Burundi, Liberia, Bhutan, dan Sudan Selatan,” tegas Kim.
Tak heran, lanjut Direktur Hubungan Internasional, Asosiasi Masyarakat dan Budaya Korea ini, BTS disanjung sebagai The Beatles Abad 21, karena pertunjukan terbesar dan terpanasnya di dunia saat ini.
Bahkan Jumat malam, 11 Oktober 2021, BTS buat pertama kalinya mengguncang King Fahd International Stadium, Riyadh, Arab Saudi! Ini menjadikan BTS sebagai artis luar negeri pertama dalam sejarah yang menggelar konser tunggal di sana.
Tak pelak, konser itu dipenuhi tak kurang dari sekitar 70 ribu penonton. Termasuk para perempuan Arab yang mengenakan abaya dan hijab, turut berbondong-bondong datang.
Yang jelas, kata Kim, Korean Wave atau hallyu sebagai kekuatan diplomasi kebudayaan (soft diplomacy) ini membawa dampak positif. Dia mengutip jajak pendapat BBC pada 2016 yang mengungkap, opini publik tentang Korea Selatan telah meningkat setiap tahun sejak data dikumpulkan mulai 2009.
Demikian juga minat studi Korea yang kian lebih besar. Termasuk naiknya minat di kelas bahasa dan budaya Korea di sejumlah kampus. Bahkan, nilai Kim, Hallyu menjadi sumber kebanggaan nasional bagi banyak orang Korea.
“Khususnya K-pop, dapat dikatakan menginspirasi munculnya Kebanggaan Asia (Asian pride),” katanya.
Dengan hallyu, banyak orang Asia akhirnya punya idola bintang pop internasional Asia, karena merasa sama-sama dari Asia. Karena selama ini, bintang-bintang populer internasional umumnya adalah orang-orang Barat, terutama dari Amerika Serikat.
Demikian juga budaya, AS selama ini dikenal menghasilkan produk budaya, sementara kehadiran Asia sering diabaikan, bahkan tidak ada, atau digambarkan bernada stereotip.
“Dengan popularitas K-pop/ K-drama di seluruh dunia, orang Asia akhirnya menjadi sorotan di mata publik dunia. Bahkan muncul istilah It’s cool to be an Asian (Keren menjadi orang Asia)!” ujarnya.
Workshop yang digelar secara daring dan luring dari Bengkel Diplomasi, (Sekretariat FPCI) Jakarta ini, diikuti oleh 10 peserta The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea ini, yakni Muhammad Rusmadi (Rakyat Merdeka/ RM.id). Kemudian Adhitya Ramadhan (Kompas), Ana Noviani (Bisnis Indonesia), Desca Lidya Natalia (Antara), Dian Septiari (The Jakarta Post), Idealisa Masyrafina (Republika), Laela Zahra (Metro TV), Riva Dessthania (CNN Indonesia), Suci Sekarwati (Tempo) dan Tanti Yulianingsih (Liputan6.com).
Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea merupakan wadah bagi para jurnalis profesional Indonesia untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang hubungan Indonesia-Korea, yang masih kurang terjamah karena keterbatasan akses informasi.